Sabtu, 06 Oktober 2012

Sejarah Radio Republik Indonesia

Awal mula
Siaran radio yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan Uni Soviet.
Stasiun radio di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Karena sejak adanya BRV tadi, maka muncullah badan-badan radiosiarn lainnya Nederlandsch Indische Radio Omroep Masstchapyj (NIROM) di Jakarta, Bandung dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV) di Solo, Mataramse Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogjakarta, Verniging Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung, Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep (VORO) di Surakarta, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun dan Radio Semarang di Semarang.
Di Medan, selain NIROM, juga terdapat radio swasta Meyers Omroep Voor Allen (MOVA), yang di usahakan oleh tuan Meyers, dan Algeemene Vereniging Radio Omroep Medan (AVROM). Di antara sekian banyak badan radio siaran tersebut, NIROM adalah yang terbesar dan terlengkap, oleh karena mendapat bantuan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Perkembangan NIROM yang pesat itu disebabkan pula keuntungannya yang besar dalam bidang keuangan yakni dari "pajak radio". Semakin banyak pesawat radio dikalangan masyarakat, semakin banyak uang yang diterima oleh NIROM. Dengan demikian, NIROM dapat meningkatkan daya pancarnya, mengadakan stasiun-stasiun relay, mengadakan sambungan telepon khusus dengan kota-kota besar, dll.
Pada waktu itu terdapat saluran telepon khusus antara Batavia, Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Solo, Yogykarta, Magelang, Surabaya, Tangerang, Depok, Bekasi, Malang yang jumlahnya kira-kira 1,2 juta meter saluran telepon untuk memberi modulasi kepada pemancar-pemancar di kota-kota itu. Dengan Demikian NIROM dapat mengadakan siaran sentral dari Semarang, Bandung, Surabaya, Yogyakarta ataupun Solo.
Hal itu beda sekali dengan badan-badan radio siaran lainnya yang berbentuk perkumpulan swasta, terutama yang diusahakan bangsa pribumi, yang hidupnya dari iuran para anggota.
Munculnya perkumpulan-perkumpulan stasiun radio di kalangan bangsa Indonesia disebabkan kenyataan, bahwa NIROM memang dapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda itu lebih bersifat perusahaan yang mencari keuntungan finansial dan membantu kukuhnya penjajahan di Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah penjajahan Belanda menghadapi semangat kebangsaan di kalangan penduduk pribumi yang berkobar sejak tahun 1908, lebih-lebih setelah tahun 1928.
Sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia ialah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan pada tanggal 1 April 1933. Dalam hubungan dengan itu patut di catat nama Mangkunegoro VII seorang bangsawan Solo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo yang berhasil mewujudkan SRV itu.
Sejak tahun 1933 itulah berdirinya badan-badan radio siaran lainnya, usaha bangsa Indonesia di berbagai kota besar seperti disebutkan di atas, berdirinya SRV, MARVO, VORL, CIRVO, EMRO, dan Radio Semarang itu pada mulanya dibantu oleh NIROM,oleh karena NIROM mendapat bahan siaran yang bersifat ketimuran dari berbagai perkumpulan tadi. Tetapi kemudian ternyata NIROM merasa khawatir perkumpulan-perkumpulan radio ketimuran tadi membahayakan baginya.
Pada tahun 1936 terbetik berita, bahwa mulai tahun 1937 "Siaran Ketimuran seluruhnya akan dikuasai oleh NIROM sendiri". Ini berarti bahwa mulai tahun 1937 subsidi dari NIROM akan dicabut, setidk-tidaknya akan dikurangi, karena NIROM tidak akan lagi merelay siaran-siaran radio milik pribumi, setidak-tidaknya kalau terpaksa merelay hanya sedikit sekali. Seperti diketahui subsidi NIROM itu semula diberikan berdasarkan perhitungan jam-merelay.
Berita itu cukup menggemparkan orang-orang radio di luar NIROM, karena pencabutan subsidi itu akan melemahkan badan-badan radio siaran bersangkutan.
Memang adalah maksud NIROM yang bersandarkan kekuatan penjajahan itu untuk mematikan perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
Pada tanggal 29 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M.Sutarjo Kartokusumo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo diselenggaraka suatu pertemuan antara wakil-wakil radio ketimuran bertempat di Bandung wakil-wakil yang mengirimkan utusannya ialah : VORO (Jakarta), VORL (Bandung), MAVRO (Yogyakarta), SRV (Solo) dan CIRCO (Surabaya), pertemuan hari itu melahirkan suatu badan baru bernama : PERIKATAN PERKUMPULAN RADIO KETIMURAN (PPRK) sebagai ketuanya adalah : Sutarjo Kartohadikusumo.
Tujuan PPRK yang non-komersial itu bersifat "Sociaal kultureel" semata-mata memajukan keseniaan dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia, rohani dan jasmani.
Pada tanggal 7 Mei 1937 atas usaha PPRK diadakan pertemuan dengan pembesar-pembesar pemerintahan untuk membicarakan hubungan antara PPRK dengan NIROM. Pertemuan itu menghasilkan suatu persetujuan bersama, bahwa PPRK menyelenggarakan siaran ketimuran, NIROM menyelenggarakan segi tehniknya.
Sejak itu PPRK berusaha keras agar PPRK dapat menyelenggarakan sendiri sepenuhnya tanpa bantuan dari NIROM.Disebabkan situasi semakin panas oleh api perang di Eropa yang menyebabkan Negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan bantuan rakyat jajahannya, maka pemerintah Hindia Belanda menjadi agak lunak.
Seperti diketahui, tanggal 1 September 1939 Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler menyerbu Polandia yang menyebabkan timbulnya perang dunia II, dan kemudian pada tahun 1940 Jerman menduduki Denmark, Norwegia, Belgia dan Negeri Belanda.
Pada tanggal 1 November 1940 tercapailah tujuan PPRK yakni menyelenggarakan siaran yang pertama dari PPRK.

Minggu, 15 Juli 2012

MISTERY

Misteri Segitiga Bogor dan Sukhoi SJJ 100

Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak, sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum. Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada tahun 1620-an, adalah catatatan pertama kali dari Scipio yang melakukan ekspedisi sekitar tahun 1687 mencatat ada ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang, selain itu ditemukan rawa yang berisi badak di sekitar Sawangan, dinamakan Rawa Badak dimana di ujung Rawa Badak ditemukan juga situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan, sekarang sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.
Ada kecenderungan suatu pola dimana pesawat jatuh di tempat yang sama, di tahun 1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang penyebabnya tidak ketahuan. Lalu banyak pesawat jatuh di sekitar lokasi yang sama sekitar gunung salak dan gunung halimun.
Ada tiga gunung yang dianggap angker di masa Mataram Sultan Agung, pertama Gunung Merapi, Kedua Gunung Slamet dan Ketiga Gunung Halimun, diantara ketiganya Gunung Halimun-lah yang dianggap paling angker karena memiliki misteri luar biasa. Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung Gede.
Daya energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas, sekitar gedung yang dibangun Bung Karno namanya Gedung Bentol, tempat dimana Bung Karno selalu bermeditasi sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Di belakang Gedung Bentol ada sumber air panas, yang merupakan energi dari Siliwangi.
Dilamarnya Puteri Dyah Pitaloka yang kecantikannya serupa bidadari dan mewariskan kecantikan yang bisa dilihat pada gadis-gadis Bandung, Cianjur dan Sumedang sekarang ini adalah rahasia ‘Wahyu Nusantara’ yang dimiliki kerajaan Pajajaran, dimana Gadjah Mada ingin memilikinya “Siapa yang menguasai Wahyu Nusantara dia akan menguasai Indonesia’, penguasaan wahyu nusantara ini menimbulkan konflik antara Hayam Wuruk yang berpendapat bahwa wahyu itu bisa diambil dengan cara Ken Arok yaitu menikahi puteri sang Raja, di satu sisi wahyu bisa diambil dengan cara menaklukkan Pajajaran dan membangun kerajaan Majapahit Barat di Pakuan.
Tanpa disengaja menurut kepercayaan banyak orang Bung Karno mengawini puteri Bandung yaitu : Inggit Garnasih yang ditengarai masih keturunan Raja Siliwangi dimana wahyu Nusantara bersemayam di tubuh Inggit Garnasih, dan Bung Karno keturunan langsung Brawijaya V mengobarkan semangat Nusantara bermula di Bandung pada rapat politik Radicale Concentratie di Bandung tahun 1922. Bandung adalah kota terakhir dimana Prabu Linggabuana menyucikan diri di danau Bandung sebelum berangkat ke Majapahit dan kelak beristirahat di Pesanggrahan Bubat dimana kemudian datang Gadjah Mada dan terjadilah insiden pembunuhan dan pembantaian besar-besaran rombongan Pajajaran.
Sisa-sisa dari Laskar Perang Bubat melarikan diri ke Gunung Salak, sementara sisa-sisa dari punggawa 
Siliwangi yang diserang Banten lari ke Gunung Halimun. Tempat dimana seringnya pesawat menghilang, ini mirip dengan segitiga Bermuda dan segitiga formosa.